Tanaman Obat, Tidak Lepas dari Efek Samping

Tanaman Obat, Tidak Lepas dari Efek Samping

Konsumen yang menggunakan tanaman obat tumbuh sangat cepat. Produk-produk seperti ginseng dan bawang putih meningkat tajam angka penjualannya di Amerika Serikat. Pada 1991, survei terhadap penderita HIV menunjukkan bahwa 22% di antaranya menggunakan produk bahan alami1. Penelitian Tsen et all juga menunjukkan bahwa 22% pasien yang akan menjalani operasi menggunakan tanaman obat2. Meningkatnya penggunaan bahan alami tersebut karena anggapan bahwa bahan alami bebas dari efek samping dibandingkan dengan obat konvensional3. Anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar. Tulisan ini merupakan tinjauan pustaka bahwa tanaman obat, meskipun bersifat alami, dapat pula memberikan efek samping sama seperti obat lainnya.

Data menunjukkan bahwa lebih dari 5000 dugaan efek samping obat dilaporkan oleh WHO sebelum 19964. Bagaimanapun juga, ada fenomena seperti gunung es , karena dalam hal pelaporan kasus belum ada suatu mekanisme sentral yang mengaturnya. Beberapa faktor yang menyebabkan tidak teridentifikasinya efek samping bahan alami ini adalah dokter tidak mengenali gejala klinik dari efek samping tersebut dan pihak pasien enggan melaporkan efek samping tersebut5,6,7. Berbagai permasalahan yang sering mengakibatkan efek samping dalam penggunaan bahan alami ini adalah reaksi idiosinkrasi, potensi tanaman obat/produk bahan alami ini bervariasi dari tiap pabrik pembuatnya, tanaman obat salah diidentifikasi, kelebihan dosis, dan adanya cemaran dari logam berat ataupun obat-obatan kimia3,4,8,9,10. Penggunaan tanaman obat pun dapat berinteraksi dengan obat medis11,12. Lebih dari 100 kasus telah dilaporkan. Warfarin (antikoagulan) merupakan obat yang banyak dilaporkan, sedangkan tanamannya adalah st John yang sering digunakan sebagai obat antidepresan11,13. Beberapa kasus penggunaan rebusan tanaman obat telah dilaporkan pula adanya efek hepatotoksik14,15,16.

Beberapa permasalahan terhadap bahan alami yang beredar di Indonesia antara lain: penelitian terhadap 42 simplisia yang terdapat dalam jamu pelangsing menunjukkan hanya beberapa simplisia yang didukung dengan informasi ilmiah tentang khasiatnya. Masalah lain tidak semua komponen tercantum pada etiket sehingga tidak semua simplisia dapat ditelusuri. Juga belum diperhatikan dosis yang digunakan dalam penggunaan dikaitkan dengan kuantitas kandungan bahan aktifnya, masih perlu dipertanyakan mekanisme penurunan berat badan yang diterangkan17. Tinjauan eksploratif terhadap produk bahan alami yang beredar di 5 apotek di Jakarta juga menunjukkan bahwa komponen simplisia tidak ditulis lengkap18.

Di Indonesia, penelitian untuk mengetahui toksisitas akut beberapa tanaman obat sudah banyak dilakukan dan hampir seluruhnya menunjukkan practically Non Toxic. Namun, data mengenai toksisitas subakut /subkronik belum banyak dilakukan. Data ini sangat penting mengingat penggunaan tanaman obat justru lebih sering dalam jangka waktu lama dibandingkan dengan sekali minum dosis besar19.

Banyak perdebatan mengenai pentingnya clinical trials untuk membuktikan efektivitas pengobatan dengan bahan alami ini. Namun, bagaimanapun juga, kebutuhan ini tidak dapat menghambat pasien untuk mencari jenis pengobatan alternatif/komplementer. Di sisi lain, Shaw et all20 pada penelitian selama 5 tahun menunjukkan bahwa tanaman obat ini relatif aman, namun banyak pasien yang takut menceritakan kepada dokternya mengenai penggunaan tanaman obat walaupun mereka mengalami efek samping tanaman obat tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan dokternya keliru menilai efek samping yang timbul akibat dari resep obat, sedangkan tanaman obat tersebut tetap diteruskan. Mengenai kasus ini pernah dimuat dalam NEJM21. Dalam majalah itu dimuat ada dua orang wanita yang dibawa ke unit gawat darurat akibat adanya blok jantung. Keadaan ini berhubungan dengan toksisitas dari glikosida jantung dan pada anamnesis pasien tidak ditemukan riwayat penggunaan obat tersebut. Akhirnya, diketahui bahwa kedua pasien tersebut mengkonsumsi suplemen makanan yang berguna untuk "internal cleansing". Suplemen tersebut mengandung 37 bahan, termasuk 14 tanaman obat. Pada analisis terbukti bahwa suplemen tersebut mengandung Digitalis lanata.

Beberapa hal yang menyebabkan efek samping dalam penggunaan produk bahan alami (PBA ):

Kontaminasi

Dalam proses produksinya, PBA ini dapat terkontaminasi logam berat seperti timbal, merkuri, arsen, alumunum, timah, maupun obat-obatan kimia3,9. Satu kasus pernah dilaporkan, yaitu seorang pasien yang mengkonsumsi 2–4 tablet kasul berisi tanaman obat/hari selama satu tahun, kemudian timbul gejala kelebihan glukokortikoid, termasuk kelumpuhan otot proksimal dan osteoporosis. Ternyata, setelah diteliti setiap tablet mengandung triamcinolon 5,4 mg22.

Baru-baru ini pula Dirjen POM menarik 35 jamu yang beredar di masyarakat karena dicampurkan obat-obat kimia seperti: fenilbutason, deksametason, antalgin, furosemid, klorpropamid, paracetamol, dan CTM8.

Kesalahan Indentifikasi Tanaman Obat

Pengobatan dengan tanaman obat Cina beberapa kali dilaporkan memiliki toksik efek. Adanya interstitial renal fibrosis23 dan gagal ginjal24 akibat penggunaan obat pengurus badan yang mengandung aristolochic acid dan mengakibatkan kematian pada lebih dari 30 pasien25. Obat pengurus badan ini beredar di Belgia antara 1990--1992 sampai terdapat peningkatan adanya kasus interstitial renal fibrosis. Semua pasien menggunakan regimen pengurus badan dan diagnosis dibuat berdasarkan biopsi ginjal. Semua pasien perburukan klinis segera dan membutuhkan dialisis. Pada studi lanjutan diperoleh data bahwa korban lebih dari 80 pasien, sekitar setengahnya membutuhkan transplantasi ginjal. Kasus yang menghebohkan di atas sebenarnya merupakan contoh dari kesalahan penggunaan tanaman obat yang berbeda. Tanaman obat yang biasa dipakai sebagai pengurus badan sebenarnya adalah fang ji (Stephania tetranda) dan hou pu (Magnolia officinalis ). Namun, formula yang dipakai selama 12 bulan adalah quang fang ji (aristolochic fang chi ) yang sebenarnya digunakan untuk arthritis serta efek diuretik dan memang mempunyai efek toksik terhadap ginjal26.

Dosis Berlebih

Ginseng merupakan salah satu tanaman obat yang populer dan seringkali digunakan untuk meningkatkan vitalitas, stamina, dan konsentrasi3,12. Namun, penggunaannya harus tetap mengikuti dosis anjuran. Pada jurnal Neurology10 pernah pula dilaporkan suatu kasus seorang wanita muda yang mengeluh nyeri kepala hebat setelah mengkonsumsi ginseng berlebih (dosis 25 mg sedangkan anjuran 0,5 – 2 gram/hari ). Pada angiografi ditemukan adanya kesan arteritis serebri. Satu kasus pernah dilaporkan pula adanya sindrom Steven-Johnson setelah penggunaan ginseng selama 3 hari dengan dosis yang reguler27. Selain itu, ginseng dapat mempengaruhi pembekuan darah melalui antiagregasi trombosit dan memperpanjang APTT12.

Interaksi Obat

Beberapa kasus pernah dilaporkan mengenai adanya interaksi obat dengan bahan alami ini. Sebagai contoh, penggunaan sediaan Ayurvedic (pengobatan tradisional di India) yang disebut shankhapushpi telah dilaporkan mengakibatkan penurunan konsentrasi serum fenitoin yang mengakibatkan hilangnya kontrol terhadap kejang3. Satu kasus pernah dilaporkan pula adanya gangguan koagulasi setelah konsumsi tanaman obat Cina yang dikombinasi dengan warfarin3.

Efek Samping Lain

Banyak tanaman obat mengandung flavonoid. Di pasaran Eropa, lebih dari 100 sediaan tanaman obat mengandung bahan tersebut. Flavonoid ini seringkali dihubungkan dengan efek positif seperti antioksidan dan mengurangi permeabilitas pembuluh darah. Namun, dalam beberapa kasus dilaporkan pula adanya anemia hemolitik, diare kronik, nefropati berat, dan kolitis3.

Daftar beberapa website yang berhubungan dengan tanaman obat dan suplemen makanan12:

1. http://vm.cfsan.fda.gov/~dms/supplmnt.html. Website ini di bawah organisasi center for food safety and applied nutrition, food and drug adminitration.

2. http://nccam.nih.gov. website ini di bawah organisasi National Center for Complementary and Alternative medicine, National institut for Health yang berisi mengenai pengobatan alternatif, konsensus, dan data dasar pengobatan alternatif.

3. http://www.ars-grin.gov/duke. Website ini di bawah Agricultural research service, United states departement of agriculture. Website ini berisi data dasar mengenai fitokimia dengan mesin pencari.

4. www.quackwatch.com. Walaupun website ini berisi berbagai hal mengenai kesehatan, namun membahas juga mengenai tanaman obat dan pengobatan komplementer.

5. www.herbmed.org. Website ini berisi lebih dari 120 macam pengobatan dengan menggunakan tanaman obat.

Cara untuk mengetahui manfaat dan risiko penggunaan bahan alami ini adalah dengan penelitian. Namun, kendala penelitian tanaman obat untuk menjadi suatu fitofarmaka harus melalui rangkaian rumit dan panjang yang membutuhkan biaya besar, waktu, sarana, prasarana, dan sumber daya manusia yang memadai.

Kesimpulan

Dari beberapa hal di atas, telah jelas bahwa penggunaan produk bahan alami tidak selamanya aman. Pada beberapa kasus dapat timbul efek samping. Memang, beberapa tanaman obat telah terbukti secara empiris dengan perjalanan waktu yang lama untuk mengobati berbagai penyakit. Namun, sebaiknya sama seperti obat lain, alangkah baiknya dilakukan penelitian yang lebih mendetil mengenai efek samping bahan alami ini28. Sebaiknya berhati-hati, baik penggunaan tanaman obat dalam dosis besar maupun dalam penggunaan terus-menerus tanpa pemantauan efek samping28. Pembuktian khasiat dan keamanan obat nabati cukup sulit dan membutuhkan rangkaian yang panjang. Di negara maju, terutama di Jerman , telah banyak dilakukan evaluasi terhadap tanaman obat, sehingga informasi dan keamanannya dapat mudah diperoleh di negara tersebut. Departemen kesehatan mungkin dapat memanfaatkan data dari negara Jerman tersebut29. Akhir tulisan ini saya mencoba mengutip perkataan dari Stephen Strauss dari National Center for Complementary and Alternative Medicine: These may be a natural product but they may have unnatural interaction and consequences30.

Daftar Pustaka

1. Johnson ST, Wordell CJ . Homeopathic and Herbal medicine : Considerations for formulary evaluation. Medical Progress June 1998 : 13-18.

2. Tsen LC, Segal S, Pothier M, Badenam. Alternative medicine use in presurgical patients. Anesthesiology 2000;93 : 148 -151.

3. Ernst E. Harmless herbs ? a review of recent literature. Am J Med 1998 ; 104: 170 – 178

4. Edward R. Monitorirng the safety of herbal remedies. WHO project is underway. BMJ 1995; 311 : 1569 – 1570.

5. Talalay P, Talalay P. The Importance of using scientific principles in the development of medicinal agens from plants. Academic medicine 2001 ; 76 : 238-47.

6. Handayani L. Pemanfaatan obat tradisional dalam menangani masalah kesehatan. Maj Kedokt Indon 2001 ;51 (4):139 -45.

7. Perharic L, Shaw D, Murray V. Toxic effects of herbal medicines and food supplements. Lancet 1993; 342 : 180 – 181.

8. Jamu campur obat keras dicabut registrasinya. KOMPAS 27 November 2001.

9. Vickers A, Zollman C. Herbal medicine. BMJ 1999; 319 : 1050-53

10. Ryu S-J, Chien YY. Ginseng associated cerebral arteritis. Neurology 1995 ; 45 : 829-830.

11. Dobson R. Combining anticoagulant drugs with herbal medicines is risky. BMJ 2001 ; 323 : 270 – 71

12. Lee MKA, Moss J, Yuan CS. Herbal medicines and perioperative care. JAMA 2001 ; 286 : 208 – 16.

13. Cass H. St John Wort , Nature’s Blues buster. Avery Pub 1998. P 5 – 15.

14. Graham Brown R. Toxicity of chinese herbal remedies. Lancet 1992 ;340 : 673.

15. Perharic-Walton L, Murray L. Toxicity of Chinese herbal remedies. Lancet 1992 : 340 : 674.

16. Mostefa- Kara N, Pauwels A, Pines E, et all. Fatal hepatitis after germander tea. Lancet 1992 ; 340 : 674.

17. Widowati L, B Zulkarnaen. Dukungan ilmiah penggunaan ramuan untuk obesitas. Cermin Dunia Kedokteran 1996 ; 111: 49 – 54.

18. Sukasediati N, Dzulkarnaen B, Gan VHS. Produk Bahan Alami di lima apotik di Jakarta : suatu tinjauan eksploratif. Cermin Dunia Kedokteran 1999; 125 : 9 -14.

19. Wahjoedi B. Data toksisitas akut tanaman obat Indonesia. Medika 1987 ; 10 : 1004 – 7.

20. Shaw D, Leon C, Murray V, Volans G. Patiens use of complementary medicine. Lancet 1998 : 352 : 408.

21. Slifman NR, Obermeyer WR, Aloi BK, et al. Contamination of botanical dietary supplements by digitalis lanata. N Engl J Med 1998 ; 339 : 806 – 11

22. Capobianco DJ, Brazis PW, Fox THP. Proximal muscle weakness induced by herbs. N Eng J Med 1993 ; 339 : 1540.

23. Vanherweghem JL, Depierreux M, Tielmans CH, et al. Rapidly progressive interstitial renal fibrosis in young women : association with slimming regimen including chinese herbs. Lancet 1993 ; 341 : 387 – 391

24. Jadout M, Plaen JF, Cosyns JP, et al. Adverse effect from tradisional chinese medicine. Lancet 1995 ; 341 : 892 – 893.

25. Vanhaelen M, Vanhaelen R, But P , et al. Identification of aristolochic acid in chinese herbs. Lancet 1994 ; 343 : 174

26. Gottlieb S. Chinese herb may cause cancer. BMJ 2000 ; 320 : 1623

27. Dega H, laporte JL, Frances C, et al. Ginseng as a cause of Stevens- Johnson Syndrome. Lancet 1996 ; 347 : 1344.

28. Turana Y, Pringgoutomo S. Penggunaan produk bahan alami yang lebih rasional. Maj Kedokt Indon 2002 ; 52 : 35 – 37.

29. Kamal Z. Obat Nabati dalam pelayanan kesehatan. MEDIKA 1997 : 1 : 82

30. Voelker R. CAM research attempts to separate wheat from chaff. JAMA 2001 ; 286 : 156 – 58.


Sumber: dr. YUDA TURANA

0 comments: